Pewarta: T. MUHAMMAD RAJA Hp/Wa: 0852-8290-3462
Sabtu, April 26, 2025, April 26, 2025
Last Updated 2025-04-26T12:54:50Z
ACEH TIMURDESA

513 BUMDes di Aceh Timur Mati Suri: Gagasan Besar Akan Kehilangan 20% DD Bagi Masing-masing Desa, Ini Salah Siapa? Katanya Salah DPMG dan Inspektorat Benarkah itu


ACEH TIMUR. TUMPASACEH.COM.- Diduga Akibat Kurangnya Pemberdayaan dan Pembinaan oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat Gampong (DPMG) Kabupaten Aceh Timur, kurang lebih sebanyak 500 Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan Bumdes Bersama, Kondisinya sangat memperihatinkan dan sebagian besar berada dalam kondisi mati suri. 

Padahal, peran BUMDes dalam proses realisasi pencairan dana desa di tahun 2025 ini sangat berpotensial, dikaitkan untuk mendukung pemerintahan desa dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di tingkat desa.


“Dari 513 desa dalam 24 kecamatan di kabupaten Aceh Timur, rata-rata kondisi BUMDesnya dalam keadaan mati suri, meskipun Ada yang masih berjalan."tetapi jumlahnya sangat sedikit. Sebagian besar bahkan telah Vakum,” Ujar Teuku Jefriansyah. ST. Salah Seorang tokoh pemerhati dana desa di kabupaten Aceh Timur kepada awak media ini. Sabtu (26/4/2025).


Lanjutnya, dari jumlah Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang telah terbentuk sejak tahun 2018 silam, di setiap desa dalam kabupaten Aceh Timur, bisa dikatakan tidak ada yang dapat menghasilkan PAD bagi desa masing-masing, jikapun ada hanya satu dua saja, yang lainnya terjadi Vakum, dan malah terkesan menjadi Bisnis ladang Korupsi dan Nepotisme.


Yang paling anehnya Lagi, Pihak Inspektorat di Kabupaten Aceh Timur sendiri, tidak menjadi perhatian serius terhadap pengelolaan dana desa yang di plotkan untuk modal Bumdes oleh masing-masing desa di kabupaten Aceh Timur selama ini. malah Cenderung di biarkan berjalan begitu saja dari tahun-ketahun sejak tahun 2018, dana desa yang di anggarkan untuk pernyataan modal Bumdes di desa-desa, ada yang sudah mencapai 500 juta hingga 1 milyar perdesa.


Bahkan pihak pengelola Bumdes di desa-desa dalam kabupaten Aceh Timur, sama sekali tidak pernah menyampaikan laporan kepada pihak pemerintah di tingkat desanya masing-masing dan kepada masyarakat secara terbuka untuk umum, dan masyarakat juga sering meminta pihak Inspektorat untuk melakukan audit secara khusus Bagi Bumdes-bumdes yang bermasalah.


"Seperti BUMDES yang tak jalan lagi atau yang diduga adanya penyimpangan anggaran dalam pengelolaannya, dan masyarakat di Aceh timur jaga sangat sering, pretes meminta kepada pihak inspektorat agar turun kedesa-desa, seharusnya jangan diam, ketika ada  laporan masyarakat pihak Inspektorat berkewajiban melakukan pemeriksaan, karena sebagai mana Diketahui, penyertaan modal Bumdes adalah dari uang negara, yang harusnya dikelola dengan baik untuk menambahkan PAD Desa.


"Sering sekali kita lihat dan kita jumpai para tokoh masyarakat di desa-desa dalam kabupaten Aceh Timur mendatangi kantor inspektorat, untuk melaporkan dugaan penyalahgunaan dana desa dan dana Bumdes


Masyarakat berharap, supaya pihak Inspektorat bergegas melakukan turun kedesa untuk melakukan pemeriksaan Audit terhadap pengelolaan dana BUMDES, yang diduga menyimpang dari sistem pengelolaannya.


"Namun, cukup banyak laporan masyarakat baik itu laporan terkait Realisasi dana desa, ataupun pengelolaan dana BUMDES,"Tetapi laporan masyarakat malah diabaikan begitu saja kita lihat" jelasnya, tokoh itu.


Selain masalah Bumdes, banyak masyarakat di desa-desa dalam kabupaten Aceh Timur, menilai penegakan hukum oleh pihak aparatur penegak hukum (APH) di wilayah hukum kabupaten Aceh Timur, sejak beberapa tahun belakangan ini, sepertinya tumpul ke atas tajam kebawah.


Sehingga masyarakat menilai terkesan seperti adanya sebuah pembiaran oleh pihak dinas DPMG sebagai dinas yang bertanggung jawab, terkait realisasi dana desa ditingkat kabupaten, dan yang bertugas untuk pemberdayaan masyarakat di tingkat Desa, serta pihak (APH) yang bertindakdalam melakukan, pemeriksaan terhadap pengelolaan keuangan di tingkat dana desa dalam kabupaten Aceh Timur selama ini, cendrung menjadi penonton ketika dana desa di selewengkan oleh para oknum-oknum yang terkesan mencari keuntungan dalam Pengelola dana desa.


Dan terkesan dibiarkan berjalan begitu saja, tampa adanya pencegahan oleh pihak terkait."Padahal, setiap tahunnya anggaran negara yang terkuras untuk membayar gaji Bagi pihak-pihak terkait, dalam pendampingan, pengawasan dan pembinaan oleh pihak terkait dimaksud, seperti PD, PLD, T.A, DPMG, inspektorat, kejaksaan dan kepolisian di wilayah hukum polres Aceh Timur.


"Namun."penyelewengan dana desa, dan korupsi dana Bumdes di tingkat desa, terlihat semakin hari, semakin merajalela yang terjadi di kabupaten Aceh Timur selama ini."Centus T. Jefri.


Sebagai nama diketahui bersama, pada tahun 2025, dana desa seperti yang di sebutkan dalam Surat edaran Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT), dengan tegas menginstruksikan kepada seluruh kepala desa di Indonesia.


"Termasuk 513 desa di Kabupaten Aceh Timur, supaya 20 persen (Paling Sedikitnya) dana desa dialokasikan untuk program ketahanan pangan, dan di kelola langsung oleh Unit Usaha Milik Desa Masing-masing.


"Keputusan tersebut, tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Desa dan PDT (Kepmendes PDT) nomor 3 tahun 2025, Tentang Panduan Penggunaan Dana Desa untuk Ketahanan Pangan sebanyak 20 persen, untuk Mendukung berlangsungnya program Swasembada Pangan.


"Dalam surat keputusan itu, Menteri desa dan PDT, Yandri Susanto sangat jelas menyebutkan, pelaksanaan program dan kegiatan ketahanan pangan di tahun 2025, di anggarkan dan di kelola langsung oleh unit usaha milik desa, di desa masing-masing.


Adapun Alokasi 20 persen DD untuk ketahanan pangan tersebut, nantinya akan disalurkan dalam bentuk penyertaan modal untuk BUMDes atau BUMDesma, dalam bentuk investasi kepada Lembaga Ekonomi Masyarakat di tingkat Desa, atau kepada Tim Pelaksana Kegiatan Ketahanan Pangan di tingkat Desa (T P K K P D).


“Tujuannya, tidak lain adalah untuk Memastikan belanja Dana Desa, mulai dari tahun 2025 ini, berjalan dan di alokasikan supaya tepat sasaran, setidaknya paling rendah sebanyak 20 persen dana desa, dapat di anggarkan untuk penyertaan modal Bumdes di Desa, dan di kelola langsung oleh badan usaha milik desa/BUMDes atau BUMdes bersama, atau boleh juga lewat investasi melalui lembaga ekonomi masyarakat di tingkat Desa lainnya yang telah terbentuk.


Yang telah di sepakati untuk ketahanan pangan, yang diputuskan dalam musyawarah Desa bersama Masyarakat di desa masing-masing, dan/atau musyawarah antar Desa,” sebut saja Musdes." Terang Yandri Susanto dalam Keputusannya, Nomor 3 (Poin 2, huruf b).


Surat keputusan tersebut, tentunya, menjadi angin segar bagi pengurus BUMDes, dan pelaku usaha yang berada di desa masing-masing. Dengan suntikan anggaran yang cukup besar, BUMDes diproyeksikan menjadi badan usaha yang membantu pertumbuhan ekonomi di desa.


Kendati demikian, pemerintah desa dan masyarakat tentunya perlu melakukan evaluasi dan perbaikan sistem dan kepengurusan BUMDes yang sudah tidak produktif. Hal ini menjadi penting sebab pengurus BUMDes yang sehat pasti akan produktif.


Meskipun potensi besar terbuka lebar, tantangan di lapangan tak bisa diabaikan."Hampir semua BUMDes di kabupaten Aceh Timur, sebagai mana diketahui selama ini, pengelolaannya cenderung terjadi ajang korupsi dan Nepotisme oleh pihak pengelolanya.


"Sebab dan akibat dari berbagai faktor, mulai dari penyusunan manajemen yang kurang profesional, karena keterbatasan sumber daya manusia dan lemahnya pengawasan, dari pihak-pihak terkait, sehingga tidak adanya bisnis yang tidak berbaur korupsi di tingkat Desa dalam Lima tahun belakangan ini.


Berhubung, ketegasan dari pihak kepala desa Sendiri juga tidak tegas, dikarenakan tidak sedikit pula para kepala desa yang tercipung menikmati dari hasil penyelewengan dana Bumdes itu sendiri, sehingga saat ini Para kepala desa juga terkesan jadi serba salah, dan kebingungan dalam mengajak masyarakat untuk mengembangkan 20 persen dana desa, yang diwajibkan untuk di anggarkan bagi setiap desa, untuk peningkatan ekonomi masyarakat di tingkat Desa.



Karena, Akibat Kebijakan yang telah di ambil oleh kepala desa yang sebelumnya, terkait penyertaan modal Bumdes melalui anggaran Dana Desa sejak tahun 2018, yang kini hampir semua BUMDes di kabupaten Aceh timur, telah gulung tikar Alias Bangkrut dari usaha sebelumnya.


Sebab, perekrutan dan pembentukan pengurus Bumdes, yang terkesan Famili 100, dengan tanpa memperhatikan kesanggupan dalam mempersiapkan manajemennya.


Dan ada juga sebahagian desa pembentukan Bumdes adalah, sebagai program/modus untuk pengelapan dana desa."Hal tersebut tentunya sangat berisiko pada saat sekarang.


Berhubung program swasembada pangan yang bersumber dari anggaran dana desa sebanyak 20 persen, kemungkinan besar nantinya, akan menjadi sebuah ajang korupsi, merenguk sebahagian dana desa lewat program-program bimtek yang di titibkan oleh oknum-oknum, yang tidak bertanggung jawab, seharusnya menjadi pengawal dana desa di tingkat kabupaten.


Artinya, proses realisasi anggaran dana desa yang di wajibkan 20 persen untuk ketahanan pangan di desa, sangat beresiko dan rawan penyimpangan, yang tujuannya untuk mendongkrak perekonomian masyarakat ditingkatkan desa, malah akan menjadi ajang korupsi menghabiskan modal Bumdes di tingkat desa, sehingga Bumdes-bumdes di desa akan kembali menjadi “Bumdes yang mati suri kehabisan modal.


Hal ini diperparah lagi, dengan minimnya kapasitas pengurus BUMDes dalam mengelola unit usaha yang berbasis ketahanan pangan, akibat kurangnya pembinaan sistem pengololaan manajemen oleh pihak dinas terkait.


Apalagi sesuai dengan PP nomor 11 tahun 2021 tentang BUMDes, BUMDes boleh mengelola program ketahanan pangan, apabila sudah berbadan hukum nasional,  yakni yang sudah teregister di Kemenkum HAM dan terverifikasi Koperasi merah putih seperti yang di wancanakan oleh pemerintah masakini.


"Tambah lagi, pihak Pemerintah kabupaten Aceh Timur sendiri, sampai kini sama sekali belum melakukan sosialisasi, ataupun rapat koordinasi dengan seluruh para kepala desa yang ada, guna untuk pemberitahuan dan petunjuk bagi kepala desa dalam menyamakan, persepsi terkait dengan pelaksanaan program ketahanan pangan 20 persen dana desa Secara bersamaan, di plotkan untuk modal usaha milik desa, dan bekerjasama dengan stakeholder juga sangat di butuhkan dalam melakukan pendataan terhadap, Bundes-bumdes.


Berapa banyak jumlah BUMDes yang masih berjalan, dan berapa banyak bumdes yang telah gulong tikar, akibat salah pengolahannya."Tetapi sampai saat ini, bisa dikatakan belum ada tanda-tanda, dan upaya untuk melakukan sosialisasi, kemana dan bagaimana mekanisme penggunaan realisasi dana desa pad tahun 2025 ini.


Takutnya, bukan apa? Bagi kepala desa yang telah mengambil dana dari rekening desanya masing-masing, salah menggunakan alias tidak tepat sasaran, berhubung sampai sekarang belum adanya petunjuk yang jelas yang dapat di pegang oleh pihak kepala desa."Seharusnya pihak DPMG itu, sudah saatnya untuk bergerak memberikan sosialisasi terhadap kepala-kepala desa."Tutur Teuku, Jepriansyah. ST.


(Editor: T.M.Raja)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa Yang Ingin Anda Komentar Terkait Berita Tersebut..??